Makalah HUKUM QIYAS

Jual Tanah Kavling Murah Sistem Syariah
100 m2 Harga dibawah 40 Juta 
Bonus 2 Bibit Pohon Durian Musangking
Include SHM Selengkapnya KLIK


Disusun Oleh : Tarbidin

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) IMAM SYAFI’I
JAKARTA
2012


BAB I
PENDAHULUAN

           Dikalangan jumhur ulama terdapat keyakinan bahwa segala sesuatu telah ditetapkan Allah kukumnya.Hanya saja,hukum ada yang telah ditegaskan secara jelas oleh Allah,baik melalui Alquran maupun sunnah,tetapi sebagian yang lain ada yketentuan hukumnya tersenmbunyi didalam nash itu sendiri.Manusialah yang harus berupaya menemukan hukum yang tersembunyi itu,melalui nalar mereka
         Menurut jumhur pada dasarnya ada dua cara penetapan hukum yaitu melalui nash secara langsung dan melalui penalaran terhadap nash,baik Alquran maupun sunnah.Meskipun pada hakikatnya kedua cara penetapan hukum tersebut sama tidak dapat menghindarkan penggunaan nalar,namun penggunaan nalar pada kedua cara dapat dibedakan.Apabila sebatas memahami kandungan makna yang dimaksudkan dan menemukan motif dari suatu nash dalam menetapkan hukum tertentu,kemudian motif ini dijadikan dasar dalam menetapkan hukumlain yang tidak ada nash tertentu yang mengaturnya ,karena adanya kesamaan motif pada kedua kasus hukum tersebut.Inilah sesungguhnya yang dimaksud dengan penetapan hukum melalui qiyas. 
                                                                                  BAB II
                                                                          PEMBAHASAN

A.Pengertian Qiyas
      Kata qiyas secara etimologi berarti qadr (ukuran,bandingan).apabila orang Arab berkata qislu hadza,maka maksudnya saya mengukur ini dengan itu.Adapun secara terminologi terdapat beberapa definisi qiyas. Maka para ahli ushul fiqih berbeda pendapat dalam mendefinisikan .Dan berikut ini adalah sekilas tentang definisi definisi yang menjelaskan perbedaan segi pandangan dalam menjelaskan pengertiannya.
1.  Menurut al Ghazali: qiyas adalah pemberian arti suatu hal lain yang dimaklumi pula dalam             menetapkan hukum bagi keduanya atau menyangkal dari keduanya dengan suatu hal yang memang yang menyangkal keduanya.
2.  Al Baidhawi berkata: qiyas adalah penetapan kesamaan hukum yang diketahui dalam suatu hal lain yang dimaklumi ,karena persekutuan keduanya dalam ilat hukum pada mustahid yang menetapkannya.
3.  Shadr  as syari’ah berkata ; qiyas adalah penyampaian hukum dari asal ke furu denga ilat yang sama dan tidak bisa diketahui dengan bahasa semata mata.
4.  Ibnu AL Hajib  berkata: qiyas adalah persamaan furu dengan asalnya dalam ilat hukum    
     Dari beberapa definisi  tentang qiyas diatas ada beberapa kalimat yang perlu mendapat perhatian:haml(memahami),itsbat(menetapkan),ta’diyah(melampaui),dan mushawat (persamaan). Tiga kata pertama memiliki hubungan makna yang dekat yang kembali kepada penjelasan pengaruh dari qiyas ,yakni dengan mujahid  bahwa hukum yang tidak memiliki nash adalah sama dengan hukum masalah yang ada nashnya persamaan ilat.
 
B.Rukun qiyas

     Rukun qiyas ada empat,yaitu; 
1.Dasar (al aslu)
2.Hukum(alhukum)
3.Cabang(alfar’u)
4.Sifat menyeluruh

     Asal ialah pemahaman hukum yang dijadikan persamaan seperti minum khamar atau arak. Ada yang mengatakan :Asal adalah dalil hukum tempat yang dijadikan persamaan seperti Firman Allah swt fajtanibuuh(jauilah) dan cabang ialah tempat hukum yang disamakan seperti minum sari buah .sedangakan sifat yang menyeluruh adalah hukum.
Masing masing rukun ini mempunyai syarat syarat yang tanpa itu qiyasnya tidak sempurna.

*  Syarat syarat hukum asal

1.  tidak menyimpang dari tata cara qiyas artinya ia mempunyai ilat yang  biasa dipahami akal dan ilat itu juga ditemukan ditempat lain.
2.  ia tidak ditetapkan dengan qiyas akan tetapi dengan nash atau ijma karena hal itu    mengharuskan adanya dua qiyas tanpa faedah jika sama ilatnya dalam dua cabang dan tidak keabsahan qiyas jika berbeda sifat yang menyatukan
3. Ia merupakan hukum syara andai kata ia merupakan penyangkalan asli,maka tidak syah qiyasnya
4. Ia tidak mansyuk qiyasnya.
5. Ini adalah merupakan syarat jadaliyyah (bersifat diperdebatkan),hendaknya hukum asal tidak ditetapkan berdasarkan qiyas murakkab (qiyas yang bersusun).
   
 * Syarat al far’u (cabang)

1.  Illat asalnya terdapat dalam cabang maka hukumnya berpindah kecabang dengan        persamaan dalam ilatnya dan tidak disyaratkan ketatapannya dalam cabang itu secara qathi akan tetapi boleh     menjadi tetep dengan dalil zhanni. 
2. Al far’u (cabang) tidak boleh mendahului asal dalam ketetapannya, misalnya qiyas wudhu atas tayammum dalam persyaratan niat,sedang tayamumnya datang lebih akhir sehingga hal itu menyebabkan ketetapan hukum itu dalam asal sebelum illatnya.
3.  hukum cabangnya tidak boleh berbeda dari hukum asal dalam segi jenis maupun dalam       kekurangan.
4. Hendaknya tidak dapat penentang yang kuat atau menyamai illat asalnya dan hal itu terjadi dengan ketetapan sifat didalamnya yang bisa menyebabkan hukum yang lain dari itu baginya dengan mengikuti asal lain.
5. Syarat yang ditambahkan oleh Abu Hasyim yaitu bahwa hukum dalam cabangnya berasal dari asal yang ditetapkan nasnya secara ringgkas walaupun tidak ditetapkan perinciannya.

C. Pembagian Qiyas

       Ulama Syafi’iyah membagi qiyas menjadi dua,yaitu qiyas jali (terang) dan qiyas khafi (tersamar).
1.      Qiyas jali adalah qiyas yang diketahui didalamnya tidak mempertimbangkan pemisah antar cabang dan asalnya,seperti mengqiyaskan budak perempuan dengan budak laki laki dalam penetapan harga atas orang yang memerdekakan sebagian sifat kebudakannya.
2.       Qiyas khafi adalah qiyqs yang diduga didalamnya tidak mempertimbangkan pemisaah,sepertimengqiyaskan arak sari buah dengan khamr dalam keharaman jumlah yang sedikit daripadanya,karena boleh terjadi khamr memiliki kekhusuan yang dengan sebab itu ia diberi hukum demikian.


D. Hukum Qiyas

           Hukum qiyas adalah kemampuan melewati,yaitu tetapnya hukum pada cabang sebagaimana berlaku pada asalnya.Dari pengertian ini maka lazimah bahwa hukum hukum permulaan tidak ditetapkan dengan qiyas,yakni tanpa asal yang tetap hukumnya seperti kebolehan rukuk dan kesucian kota Madianah dan juga tanpa sifat hukum hukum itu seperti sifat witir karena ia tidak mempunyai asal.

1.Qiyas dalam hukuman dera   
           Tidak bisa ditetapkan qiyas dalam hukuman dera,kareana ia mencakup perkiran perkiraan yang tidak dapat dimengerti maka sesungguhnya dalam qiyas itu terdapat subhat yang menolak dera (hadd).Dan termasuk kaidah pokok bahwa hukuman dera itu tidak dapat dipeluas akan tetapi harus ada nash yang menetapkannya sehingga mungkin menerapkannya.
        Barangkali hal itu disanggah dengan qiyas yang ditetapkan Ali ra;Hukuman minum khamr 
 Sama dengan hukuman menuduh zina,dan telah diikuti oleh para sahabat.Dijawab bahwa qiyasnya tidak untuk menentukan batas akhirnya dan lebih kami kemukakan pembicaraan mengenai hal itu.

2.Beribadah dengan qiyas
       Diantara mereka ada yang mengatakan mustahil beribadah dengan qiyas secara akal. Diantara mereka ada yang mengatakan wajib beribadah dengannya secara akal dan diantara mereka ada yang mengatakan tidak ada hukum bagi akal didalamnya baik yang memustahilkan maupun yang mewajibkan,kecuali bahwa syara telah mengkharamkannya.
     Jumhur ulama mengatakan bahwa beribadah itu boleh secara akal dan terjadi secara syara’
Alasan alasan pendapat yang pertama;
pertama,sesungguhnya beribadah dengan qiyas itu mustahil,karena ia beribadah dengan sesuatu yang tak ada jalan untuk mengetahuinya,karena menduga duga itu adalah kebodohan dan tak ada kebaikan bagi manusia dalam penjerumusan mereka dalam kebodohan,sehingga mereka menghukum denga sesuatu yang tidak mereka pastikan bahwa ia adalah hukum Allah. Ini adalah dalil yang didasarkan atas dua asal yang keduanya adalah tempat perselisihan.
·         Pertama kewajiban adanya kebaikan atas Allah
·          Kedua tidak ada kebaikan dalam qiyas.
Kedua,bahwasannya tidak ada qiyas kecuali dengan illat.illat adalah sesuatu yang menyebabkan hukum karena dzatnya.
Ketiga,bahwa hukum Allah adalah khabar-nya dan hal itu tidak bisa diketahui kecuali dengan penentuan darinya.  

3.Dalil dalil ulama yang mengatakan wajib
  1.Bahwasanya para Nabi yang diperintahkan untuk meratakan hukum dalam setiap            bentuk,sedangkan bentuk bentuk itu tidak akan berakhir maka wajiblah mengembalikan mereka kepada ijtuhad secara pasti.
   2.Sebagaimana akal akan menunjukan illat illat aqliyah iapun dapat menunjukan illat illat syar’iyah sebab ia bisa dipahami dengan akal.Dan kesesuaian hukum adalah kesesuaian aqliyah yang mengandung maslahat yang diharapkan oleh akal kedatangan hukum syara dengannya.

E.Mentarjih qiyas qiyas yang bertentangan

         Apabila dalam satu tempat terjadi pertentangan beberapa sifat yang masing masing sesuai sebagai tempat bergantungnya hukum,maka harus ada ijtihad sampai salah satu sifat itu lebih unggul dan menjadi tempat bergantungnya hukum itu.pengunggulan (tarjih) ini ada dua macam
Pertama,Tarjih dengan cara cara yang dapat menetapkan illat.
Kedua,Tarjih dengan hikmah yang menjadi tujuan penetapan hukum.
      Dengan macam tarjih yang pertama,yang diunggulkan adalah sifat yang keillatannya ditetepkan;
1.Dengan ijma yang qathi
2.Dengan nash sharih yang qathi
3.Dengan nash sharih yang zhanni
4.Dengan lima (isyarat) dan
5.Dengan kesesuaian

     Dari hal hal yang lebih didahulukan adalah yang didahulukan adalah yang diketahui pengaruh jenisnya dalam hukumannya,yang dipengaruhi jenisnya dalam jenis hukumnya.Dan jenis sifat atau jenis hukum yang lebih dekat adalah lebih utama dari pada yang jauh.Dan yang bersusun adalah lebih utama dari pada yang tidak.
     Sifat yang keillatannya ditetepkan dengan munasabah (kesesuaian) bagi ulama yang berpendapat dengan cukup sebagai illat,lebih diutamakan daripada yang ditetapkan dengan pemutarbalikan.Mendahulukan yang ditetapkan dengan percobaan daripada yang ditetapkan dengan pemutar balikan dan kesesuaian.karena didalam percobaan diupayakan meniadakan penentang dalam asal dan karena membalik keillatannya.Maka dia mencakup apa yang ada pada cara pemutarbalikan dan selebihnya.

      Dari macam tarjihyang kedua,yang lebih diunggulkan adalah sifat yag menjdi dugaan kemaslahatan yang pokok atau penyempurnaannya, lalu sifat yang mengarah kepada kemaslahatan yang bersifat kebutuhan atau penyempurnaannya,sifat yang mengaruh kepada pelengkap atau yang menyempurnakannya.Jika terjadi pertentangan dalam kemaslahatan pokok maka yang didahulukan adalah yang bersifat agama,penjagaan jiwa,keturunan,akal dan kemudian harta.Sebagian ulama mengunggulkan sifat yang lainnya setelah kemaslahatan yang bersifat agama.
     Apabila yang diunggulkan utu terjadi pertentangan (kontradiksi) maka harus berijtihad untuk memenangkan yang lebih kuat.Krlompok Hanafi terbiasa melakukan empat hal berikut dalam mengukur keunggulan qiyas,yaitu;
   1.Kekuatan pengaruhnya
   2.Ketetapan pada hukum
   3.Banyaknya asal,dan
   4.Kebalikan.
          Kekuatan pengaruh adalah sebagaimana penjelasan yang lalu dalam istihsan dan qiyas.Mereka membuat satu contoh;pernikahan laki laki merdeka dengan perempuan budak,disertai kemampuan laki laki untuk membiayai perempuan merdeka.Asy syafi’i mengqiyqskan atas pernikahan laki laki merdeka dengan perempuan budak disertai adanya perempuan merdeka disampingnya,dan beliau melarang.sifat yang mengkompromikan yang memberi pengaruh pada keharaman adalah karena masing masing menjadi sebab kebudakan hartanya padahal dia tidak membutuhkannya.,kebudakan ini berarti kerusakan.Sebagaimana haram membunuh anak,maka haram pula untuk melakukannya.
        Ketetapan qiyas pada hukum adalah misalnya syari sering mempertimbangkan suatu sifat dalam banyak kejadian yang dapat mengaruh pada hukum itu penjelasannya ada dua sifatyang bertentangan dan salah satunya adalah sebagai tempat bergantungnya hukum;seperti “MENGUSAP” dalam  menunjukan arti keringanan,sifat itu diperhitungkan dalam semua bentuk menyucikan yang maknanya tidak dapat dipahami seperti tayamum,mengusap perban sepatu,oleh karena itu kelompok Hanafi menjadikan sifat mengusap kepala sebagai illat,karena tidak ada tututan mengulang ulang.Berbeda dengan sifat “RUKUN” karena pengaruhnya adalah dalam menyempurnakan bukan dalam pengulangan.Karena itu kelompok Hanafi mengunggulkan qiyas mereka karena ketetapannya dalam hukum.
      Banyaknya asal artinya banyak tempat yang dipertemukan didalam jenis sifat dalam dzat hukum atau jenisnya.Dia diunggulkan karena memenangkan pada terkenalnya dalil,yaitu sifat.Maka seperti hadist Mansyhur yang dimenangkan karena kemasyhuranny.Banyaknya asal mirip dengan ketetapan nya pada hukum.      


Kehujjahan Qiys

    Jumhur ulama kaum muslimin sepakat bahwa qiyas merupakan hujjahsyar’i dan termasuk sumber hukum yang keempat dari sumber hukum yang lain.Apabila tidak terdapat hukum dalam suatu masalah baik dengan nash ataupun ijma’ dan yang kemudian ditetapkan hukumnya dengan cara analogi dengan persamaan illat maka berlakulah hukum qiyas dan selanjutnya menjadi hukum syar’i.Diantara ayat Al Qur’an yang dijadikan dalil dasar hukum qiyas adalah firman Allah: “Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli Kitabdari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng- benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka sangka.

BAB III
KESIMPULAN
        Pentingnya larangan bahwa ia adalah qiyas dan hanyalah mereka menetapkannya secara jawas (boleh) berupa pemberian arti yang lazim atas malzum (yang dilazimkan) karena pemberian sifatnya mengharuskan adanya illat dan hal ini tidak boleh dipergunakan kecuali sebagai tambahan,kerena pemberian sifat yang ada mengharuskannya,menurut persamaan yang dimaksudkan dan yang tersirat adalah sama.

DAFTAR PUSTAKA
Al-khudhari Beik,Muhamad,”ushul mal-fiqih”.2007.jakarta.pustaka amani.
Rahmad,Abdul dahlan.M.a,ushul fiqih.2010.jakarta

No comments:

Post a Comment